Sabtu, 16 Januari 2016

Si Biru Yang Terkenang

Hari ini, 18 Oktober 2007. Usia ku memasuki 17 tahun. Aku selalu bermimpi, saat usiaku 17 tahun, akan datang seseorang yang membawakanku sebuket bunga mawar berwarna biru. Hari ini impianku terwujud, seorang pria tampan berkulit putih, bermata yang jika seseorang menatap matanya akan merasakan kenyamanan, membawakan ku sebuket tangkai mawar berwarna biru. Namun, itu tak membuat ku bahagia, karena tanpa ku sadari dia mengungkapkan perasaannya terhadapku, ya perasaan cinta. Entah mengapa hati ini tak merasakan getaran apapun,
 “apa aku tak mencintainya ?” bisik ku dalam hati.
“ya aku tidak mencintainya. Meskipun aku mencintainya, aku tak mungkin menerima perasaan itu. Aku tak bisa. Dia aka menjadi kakak ku dan seterusnya pun seperti itu.” Rintih ku dalam hati.
        Kaka ku Dafa. Memang dia bukan kakak kandung ku, bukan pula saudara sedarah. Namun aku telah menganggapnya sebagai kaka. Hanya itu. Tak pernah lebih. Usianya memnag tak terpaut jauh dari usiaku, hanya selisih 2 tahun dengan ku, namun aku nyaman berada disisinya, terasa dilindungi seperti seorang adik. Ya hanya sebatas adik. Tapi, tak tahu mengapa, tanpa di sadari dan tanpa direncanakan rasa itu hadir dalam hatinya, rasa saying yang lebih dari seorang adik.
        Saat dia mengungkapkan perasaanya kepadaku, aku hanya bisa berkata
“ Maaf ka, aku ga bisa jadi seseorang yang special di hidup kaka. Aku hanya ingin kita jadi Adik – Kaka saja. Ga lebih. Aku nyaman kita seperti ini. Maaf ka sekali lagi ”
“ iya de, aku ngerti ko. Kita jadi Adik – Kaka aja yaaaa. Cinta kan ga harus memiliki ” balasnya sambil tersenyum.
Senyum itu, tak seperti senyum yang selalu dia tampilkan kepadaku. Senyum itu tersirat rasa kecewa yang mendalam. Entah mengapa, hatiku tak bisa menerima senyuman itu. Namun karena aku menghargainya, aku pun membalas senyuman itu, senyuman setulus mungkin dari seorang adik kepada kakanya.
“ nih de bunga buat kamu. Selamat ulang tahun adik kecil ” senyumnya sambil memberikan sebuket mawar biru itu kepada ku.
Aku mengambilnya dengan tangan gemetaran dan senyum yang di paksakan.
“ terimakasih ka, maaf telah membuatmu kecewa ” ucapku tak enak.
“ sudah la dik, itu tak perlu kau fikirkan. Aku mengerti perasaanmu. Iya adik kecil sama – sama J  ”, balasnya sambil tersenyum dan mengusap lembut kepala ku.
Tapi matanya seperti berbicara sesuatu padaku, “ Aku rapuh, sediih, tapi aku akan tetap tegar ”. mungkin itu maksud dari tatapannya.
Hari berlalu, 1 bulan kami masih berhubungan baik sebagai adik- kaka. Namun, entah mengapa 1 minggu yang lalu dia berubah saat aku menceritakan seorang pria yang aku saying. Dia tak pernah menghubungiku duluan, tak perhatian lagi, tak sehangan dulu. Entah mengapa sikapnya begitu dingin terhadapku.
1 bukan berlalu, sikapnya masih sama bahkan ini lebih parah dari dulu, dia tak pernah menghubungiku, tak pernah pula membalas pesan – pesan singkat ku. Seketika aku sangat kehilangannya, begitu merindukannya, dan tanpa ku sadari, rasa itu hadir dengan sendirinya, menjadi benih – benih saying dalam hatiku.
“ andai waktu itu aku menerimanya, andai waktu bisa ku putar kembali. Aku pasti tak akan pernah mengecewakannya. Tapi itu hanya pengandaianku saja ” ratap ku dalam hati.

Bunga itu kini telah layu, seperti cinta ini. Cinta yang hadir tanpa ku minta, cinta yang hadir saat dirinya tak lagi bersama ku. Tapi aku berjanji, peristiwa sebuket mawar biru itu akan aku kenang sampai kapan pun. Mungkin sampai hati ini lelah menunggunya kembali. Sampai hati ini mati untuk merasakan cinta lagi. Dan aku piker itu tak akan pernah terjadi, karena dirinya dan sebuket mawar itu akan ku kenang. Disini. Di hati yang selalu menunggu agar kau kembali mencintaiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar