Minggu, 17 Januari 2016

Coklat 30 Agustus PART I


## 26 Agustus 2014
        Rembulan tersenyum, bintang menari, langit terlihat cerah. Malam itu aneh rasanya. Entah mengapa, aku merasakan sesuatu yang lain dalm hatiku. Aku merasa  bahagia, disayangi, dan merasa begitu dibutuhkan.
Dia hadir dalam hidup ku. Melengkapi kepingan – kepingan hati yang masih terbuka. Dia penuntun jalan ku di kala gelap, dia pelindung ku dikala terang benderang.
Tanggal ini, dia memberitahu perasaannya kepada ku. Dengan cara mengirim sebuah pesan singkat kepada ku.
“ modus – modus mulu lu, gatau apa kalo gue suka sama lu ? ”,
“ gue sayang elu rei ”.
Tuhan, aku begitu bahagia saat membacanya, dia yang ku puja, ternyata ? menyimpan perasaan yang sama terhdap ku. Entah akan ku balas apa pesan singkatnya itu. Aku pun punya rasa yang sama terhadapnya. Tak lagi berpura – pura aku pun jujur dengan hati ku. Aku jujur tentang perasaan ku yang sebenarnya kepadanya. Dia pun begitu bahagia mendengar pengakuan ku. Dia berjanji akan mengatakan langsung terhadap ku. Tapi entah kapan dan bagaimana, aku tak tahu. Aku hanya menunggu….
Hari – hari pun berlalu..
Setiap hari kami melalui hari – hari bersama, bercanda, tertawa, oh sungguh menyenangkan, sungguh membahagiakan. Dan semakin hari, volume perasaan sayang ku terhdapnya selalu bertambah. Mungkin sudah tak bisa ditampung lagi.

4 Hari Berlalu,,,
## 30 Agustus 2014
          Di sekolah, di ruang XII Surta. Kami sedang kumpul untuk membicarakan tentang LDK ekskul kami (PASKIBRA) – ya, kami mengikuti 2 ekskul yang sama - . rasanya canggung memang, Karena ini awal aku merasakan jatuh cinta lagi. Setelah selesai kami membicarakan tempat dan hendak mencari track untuk peserta PASKIBRA nanti, dia bangun dari duduknya. Dia maju ke depan dan bilang
“ bentar gue mau ngomong dulu. Gue suka sama lu rei, lu mau jadi pacar gue ? ” sambil memberi sebuah coklat kepada ku. Ya Tuhan, entah apa yang harus aku katakan. Mengapa aku tak bisa berkata apa pun? Padahal sebelum dia berjanji mengatakannya, kami sudah kompromi jawabannya pasti “iya” . mengapa sekarang lidah ku kelu? kenapa kaki ku lemas? Ya Tuhan, begitu indah skenariomu mempersatukan kami. Aku tak menyangka akan secepat ini. Namun saat aku tersadar dari debaran hatiku, aku pung langsung menjawab “Iya” sambil mengangguk.
Selepas hari itu, semuanya berubah. Benar – benar berubah.
Hari – hari ku berwarna, selalu ada dia disetiap hatiku, selalu ada dia di setiap langkah kaki ku, slalu ada dia yang selalu menemaniku, dan karena dia juga salah satu alasan aku bangkit kembali setelah terjatuh.
Setelah status kami jelas menjadi “PACARAN”, kami saling jujur satu sama lain. Aku bicara bahwa aku telah menyukainya terlebih dahulu di bandingkan dengannya. Tapi aku tak berani memulainya duluan, hanya bisa melihat senyumnya dari kejauhan, hanya bisa menunduk saat berpapasan, hanya bisa loncat kegirangan saat dia lewat depan kelas. Yang lebih memalukan saat main TOD, aku ditantang minta nomornya. Ah begitu memalukan. Dia pun menyesali kenapa waktu itu tak beritahu nomor dia yang sebenarnya saja. Malah nomor ibunya yang di kasih -_- ah sudah lah, itu sangat memalukan, namun membuat suatu kenangan.
Selepas aku yang bercerita, kembali dia yang bercerita kapan dia mulai menyukai ku. Dia bercerita, waktu dia sms pertama kali kepada ku.
@1 mei 2014
Dia mengirim pesan singkat kepada ku.
“eh belajar database buat tar lomba sekarang
#”
Karena aku tak tahu nomornya aku balas
“oke tunggu.
Siapa ini ? ”
Dia membalas
“Gue Figar”
Amboooiiiiiiiii, betapa senang hatiku. Dia yang ku suka menghubungiku terlebih dahulu.
Ga menunggu waktu lama, aku langsung berangkat ke sekolah untuk belajar database. Namun tak hanya itu, untuk bertemu dengannya.
Tak lama, aku sampai ke sekolah. Saat aku memasuki Lobi sekolah, ternyata cuman ada 3 orang, dan laki – laki semua. Ku urungkan niat ku masuk ke Lobi sekolah. namun ada yang menyuruh ku masuk, entah siapa.
Aku masuk, mulai buka laptop. Dengan perasaan deg – degan, aku mengikuti bimbingan dari kaka kelas ku. Namun, keseriusan belajar tak bertahan lama. Semuanya berubah jadi tertawa – tawa, bercanda bersama. Aku ingat sekali, saat aku bercanda dengan temannya dia ikutan. Kami saling stalking twitter kami masing – masing. Awalnya Raymond – teman Figar-, tapi karena taka da yang seru, kami beralih ke twitternya Figar. Dia mohon – mohon biar kita (aku dan Raymond) ga stalking twitternya. Namun kami memaksa, dan akhirnya kami berhasil stalking ­. raymond menahan tubuh figar biar ga ngehalangin aku stalking twitternya, aku pun scroll kebawah, dan ternyata ? ada mention – mention dari mantan kekasihnya. Aku dan Raymond hanya tertawa – tawa, dan akhirnya tubuh figar terlepas dari Raymond, dan dia ada di belakang ku untuk menahan aku supaya ga stalking twitternya lebiih bawah lagi. Namun posisinya seperti dia lagi meluk aku dari belakang. Aah tak sadar aku saat itu. Namun Raymond pura – pura batuk. Dan kami sama – sama sadar dan langsung pidah posisi. Ah itu kenangan sekali.
Setelah itu dia maksa biar aku buka twitter aku, dan bodohnya aku nurut -_- aku buka twitter ku, dan ternyata cuman nyuruh biar aku follow twitternya dia doang -_- ya aampun, ga banget kan ya ? haha. Ya karena aku juga ingin kepo, jadi deh aku follow :D
Selepas belajar, kami pulang.
Dan malem – malem dia kembali sms aku. Ah apalagi ini ? aku kira cuman nyuruh kumpul aja dia sms. Ternyata tidak. Dia bilang yang tadi sms nyuruh kumpul cuman buat modus doing biar bisa smsan :D haha kana da – ada aja yaaa :D
Lanjut..
Smsan itu berlanjut, terus berlanjut…
Tapi tak bertahan lama, cuman 1 bulan kami smsan dan dia menghilang. Aneh rasanya kenapa tiba – tiba seperti itu. Ah tapi aku tak terlalu ambil pusing saat itu.
3 minggu lagi perpisahan kelas XII. Aku ditunjuk untuk menari saat perpisahan, ya untuk mengisi waktu luang aku menerima saja. Dan ternyata ? Figar pun ada disana, dia pun ikut degungan. Ampuuuuun, tumbuh lagi perasaan ini. Namun aku bersikap sewajrnya saja.
Kami latihan bersama, sampai hari perpisahan datang.
Kami melakukan tugas kami, dia yang memegag bendera sebagai ajudan, dan aku ynag menari mengiringi putra – putri berpretasi.
Selapas itu, kami kembali kesekolah, cape rasanya. Kepala pusing, mual. Yang lain langsung ke ruang degung, dan aku langsung ke musholah untuk rebahan.
Betapa kagetnya aku ? saat lagi enak – enak tiduran, eh dia dan teman ku datang ke musholah dan masuk ke tempat ku tiduran. Teman ku nanya
“ kenapa lu rei ? ”
“gapapa, pusing doang”
“minum obat atuh”
“males ke warung ah”
“tuh si Figar mau ke kampus katanya, nitip weh”
Yang di sebutin namanya cuman ngeliatin aku doang -_- . tapi dia langsung bilang
“nitip obat apa ? makannya sama apa ?”
“apa aja yang enak, yang pedes - pedes”
Dan anehnya dia malah nawarin sop duren -_- aku jadi bungung sendiri. Aku bilang terserah dia saja.
Setengah jam berlalu…
Dia kembali memberi aku makan, obat dan air. Namun hanya sendiri. Pas lagi gapake kerudung lagi -_- ya ampuuuuun, tapi aku bahagia dia perhatian seperti itu, namun ada sesuatu yang tak ku mengerti juga, kenapa dia seperhatian ini kepada ku ?
Selepas itu, kami kembali kontekan, smsan seperti biasa. Ambooiiiii senangnya J
Dan saat itu, aku tahu kenapa dia menjauh saat itu, ternyata dia mendengar gosip aku sudah punya pacar L padahal aku menunggunya, tak berpacaran dengan siapa – siapa. Hanya dekat dengan seseorang. Namun tak berpacaran.
Setelah itu, kami tak pernah hilang kontek. Sehari pun tidak. Dia rajin sekali ngesms duluan, pagi, pulang sekolah, malem. Hemmm…. Aku menyukainya…


## 5 September 2014
Hari ini, langit cerah. Seperti hatiku. Aku bahagia mendengar pernyataannya di pesan singkat ku
“ baru sekarang punya pacara kaya gini, mudah – mudahan kamu yang terakhir”. Alamaaaak, bagai dapat doorpice denga hadiah yang ditunggu – tunggu. Hati senang sekali mendengar pernyataannya.
Aku merasa dia sudah harus tahu tentang masa laluku.
Aku bercerita tentang masa lalu ku. Bahwa aku takut jatuh cinta lagi setelah kejadian itu. Orang yang katanya sayang malah pergi dengan yang lain. Namun pernyataannya yang membuatku tenang ialah saat mendengar pernyataanya
“waduh, ya Figar mah gaakan pernah deh bikin sakit kamu. Percaya deh J
ya Tuhan, aku begitu menyayanginya, aku percaya dengan janjinya, aku percaya, dan sampai detik ini pun aku selalu percaya.



## 20 Desember 2014
Entah ada apa, awalnya kaget. Kenapa tiba – tiba aku dipanggil guru ekskul ku. – ya memang saat itu, aku mengikuti ekskul ROHIS - . saat Pembina ku tahu aku berpacaran dengan Figar, aku di panggil dan diberi nasehat. Dengan terpaksa aku mengakhiri hubungan ku dengan Figar. Aku pun menjelaskan alasannya, dia pun terima. Dan aku sangat tersentuh saat dia bilang
“ karena ini bukan kemauan kita, yaudah gapapa. Tapi masih bisa kaya gini kan? Deket? Saling sayang ? aku juga gaakan pacaran sama siapa – siapa. Walaupun aku pacaran itu berarti sama kamu rei J ”.
yaa Tuhan, setianya dia menungguku. Aku pun mengikuti janjinya, aku gaakan pacaran sama siapa – siapa. Karena yang ku sayang dan yang ku inginkan hanya dia. Kita pun sama – sama berjanji untuk saling menjaga perasaan kita sampai nanti waktu membuat kita menyatu.

## 17 Agustus 2015
hari ini kami main, tak hanya berdua. kami bersama kaka kelas ku. (mereka berpacaran juga). kami main ke kebun teh. ah sejuuuk. aku senang. di kebun teh ini kami bermain. lomba lari. dia katanya mau ngalah, tapi tetep aja dia yang menang -_- kan curang. ditempat ini, dia mnyatakan kembali perasaannya. ah dia tau kelemahan ku. aku tak bisa menolak jika sudah bertatapan langsung dengannya. hati tetap berdebar - debar. euuum. dia pegang tangan ku dan berkata
"mau jadi pacar aku lagi ?".
ah tak tahu apa yang harus ku katakan, aku mau. tapi aku takut. tapi aku menjawabnya dengan
"iya mau". duh bahagia sekali dirinya mendengar pernyataan ku.
"duh aku deg - degan ih" kataku.
"sama aku juga, tadi pas bilang aja aku takut kamu nolak" katanya. amboiiii segitu takutnya dia kehilangan ku? aku bahagia Tuhan memilikinya kembali ({})

Hari berlalu..
Bulan demi bulan merangkak cepat menjadi tahun,,
## 30 Agustus 2015
1 tahun berlalu…
Kita masih merasakan hal yang sama, masih merasakan debaran yang sama saat bertemu, masih sama. Sama seperti 1 tahun yang lalu…
Baru pertama aku dan Figar menjalani hubungan sampai satu tahun seperti ini. Sulit ternyata menjalani hubungan selama 1 tahun tanpa ‘status’ yang jelas. Ya aku memang yang membuatnya tak jelas. Karena aku memang tak mau berpacaran. Banyak aral menerpa, terhalang banyak karang -  karang, selalu datang ILUSI – ILUSI menyilaukan mata yang membuat kami tergoda, namun karena cintanya hanya untuk ku dan cintaku hanya untuknya, akhirnya kami bisa melewatinya. Memang tak mudah, namun kami selalu menjaga komitmen ini. Kami telah melewati semuanya bersama, Tertawa bersama, menangis bersama, cerita apapun masalahnya, terbuka, makan bersama, ah kami melakukan semuanya bersama – sama.
Tuhan, aku bahagia memilikinya, bahagia slalu bisa bersamanya, bahagia bisa dicintai olehnya. Hanya dia yang bisa mngerti sifat jelek ku, dia yang bisa menerima kekuranganku, cuman dia. Dia yang aku sayang. Aku sangat mencintainya Tuhan. bantu aku untuk selalu menjaga perasaan ini, begitupun bantu dia unntuk menjaga rasanya terhadap ku. Bantu kami Tuhan O:) ({})({})({})
Ada sesuatu yang selalu membuatku bahagia, dia berkata
“ baru ini aku bisa tahan 1 tahun tanpa status, baru kali ini bisa sayang sama seseorang begitu lama. Aku pengen kamu jadi yang terakhir. Aku sayang kamu rei :) ”
Ya Tuhan, aku mencintainya, begitu mencintainyaaaaa. Angin, sampaikan salam Rindu dan Sayang ku kepadanya. Bawa semua harapan dan seluruh hati ku kepadanya. Wahai Hujan, tolong beritahu dia, bahwa aku begitu mencintainya.

=============== BERSAMBUNG ==============

Sabtu, 16 Januari 2016

Si Biru Yang Terkenang

Hari ini, 18 Oktober 2007. Usia ku memasuki 17 tahun. Aku selalu bermimpi, saat usiaku 17 tahun, akan datang seseorang yang membawakanku sebuket bunga mawar berwarna biru. Hari ini impianku terwujud, seorang pria tampan berkulit putih, bermata yang jika seseorang menatap matanya akan merasakan kenyamanan, membawakan ku sebuket tangkai mawar berwarna biru. Namun, itu tak membuat ku bahagia, karena tanpa ku sadari dia mengungkapkan perasaannya terhadapku, ya perasaan cinta. Entah mengapa hati ini tak merasakan getaran apapun,
 “apa aku tak mencintainya ?” bisik ku dalam hati.
“ya aku tidak mencintainya. Meskipun aku mencintainya, aku tak mungkin menerima perasaan itu. Aku tak bisa. Dia aka menjadi kakak ku dan seterusnya pun seperti itu.” Rintih ku dalam hati.
        Kaka ku Dafa. Memang dia bukan kakak kandung ku, bukan pula saudara sedarah. Namun aku telah menganggapnya sebagai kaka. Hanya itu. Tak pernah lebih. Usianya memnag tak terpaut jauh dari usiaku, hanya selisih 2 tahun dengan ku, namun aku nyaman berada disisinya, terasa dilindungi seperti seorang adik. Ya hanya sebatas adik. Tapi, tak tahu mengapa, tanpa di sadari dan tanpa direncanakan rasa itu hadir dalam hatinya, rasa saying yang lebih dari seorang adik.
        Saat dia mengungkapkan perasaanya kepadaku, aku hanya bisa berkata
“ Maaf ka, aku ga bisa jadi seseorang yang special di hidup kaka. Aku hanya ingin kita jadi Adik – Kaka saja. Ga lebih. Aku nyaman kita seperti ini. Maaf ka sekali lagi ”
“ iya de, aku ngerti ko. Kita jadi Adik – Kaka aja yaaaa. Cinta kan ga harus memiliki ” balasnya sambil tersenyum.
Senyum itu, tak seperti senyum yang selalu dia tampilkan kepadaku. Senyum itu tersirat rasa kecewa yang mendalam. Entah mengapa, hatiku tak bisa menerima senyuman itu. Namun karena aku menghargainya, aku pun membalas senyuman itu, senyuman setulus mungkin dari seorang adik kepada kakanya.
“ nih de bunga buat kamu. Selamat ulang tahun adik kecil ” senyumnya sambil memberikan sebuket mawar biru itu kepada ku.
Aku mengambilnya dengan tangan gemetaran dan senyum yang di paksakan.
“ terimakasih ka, maaf telah membuatmu kecewa ” ucapku tak enak.
“ sudah la dik, itu tak perlu kau fikirkan. Aku mengerti perasaanmu. Iya adik kecil sama – sama J  ”, balasnya sambil tersenyum dan mengusap lembut kepala ku.
Tapi matanya seperti berbicara sesuatu padaku, “ Aku rapuh, sediih, tapi aku akan tetap tegar ”. mungkin itu maksud dari tatapannya.
Hari berlalu, 1 bulan kami masih berhubungan baik sebagai adik- kaka. Namun, entah mengapa 1 minggu yang lalu dia berubah saat aku menceritakan seorang pria yang aku saying. Dia tak pernah menghubungiku duluan, tak perhatian lagi, tak sehangan dulu. Entah mengapa sikapnya begitu dingin terhadapku.
1 bukan berlalu, sikapnya masih sama bahkan ini lebih parah dari dulu, dia tak pernah menghubungiku, tak pernah pula membalas pesan – pesan singkat ku. Seketika aku sangat kehilangannya, begitu merindukannya, dan tanpa ku sadari, rasa itu hadir dengan sendirinya, menjadi benih – benih saying dalam hatiku.
“ andai waktu itu aku menerimanya, andai waktu bisa ku putar kembali. Aku pasti tak akan pernah mengecewakannya. Tapi itu hanya pengandaianku saja ” ratap ku dalam hati.

Bunga itu kini telah layu, seperti cinta ini. Cinta yang hadir tanpa ku minta, cinta yang hadir saat dirinya tak lagi bersama ku. Tapi aku berjanji, peristiwa sebuket mawar biru itu akan aku kenang sampai kapan pun. Mungkin sampai hati ini lelah menunggunya kembali. Sampai hati ini mati untuk merasakan cinta lagi. Dan aku piker itu tak akan pernah terjadi, karena dirinya dan sebuket mawar itu akan ku kenang. Disini. Di hati yang selalu menunggu agar kau kembali mencintaiku.

Sabtu, 09 Januari 2016

HUJAN (story)



Tercium aroma wangi tanah kering tersiram hujan, menyerbak, menusuk hidung, menusuk kalbu. Entah mengapa, setiap hujan datang, aku merasa lain, senang, sedih, gundah, bahagia, entahlah. Tapi yang aku tau, saat hujan datang, berarti kenangan itu kembali lagi. Kenangan yang tak seharusnya ku ingat namun selalu terkenang dalam lubuk hati.

Saat itu musim penghujan, dedaunan basah, langit menghitam, tak ada cahaya, tak ada penghangat, taka ada apapun untuk menghangatkan dan menenangkan. Semuanya kelam. Menghitam. Berkabut. Dingin menusuk tulang. Tapi, dalam satu kesempatan, aku bsia merasakan kasih sayang, kehangatan.

Aku selalu senang saat hujan turun, itu berarti, aku bisa mengenang kisahku , mengenang kisahku bersamanya. Dia, lelaki yang ku puja, ku kasihi, dan namanya selalu ku lantunkan dalam setiap do’a – do’a ku.

Saat itu, tanggal yang selalu ku ingat 5 November 4 tahun silam,  tanggal dimana aku bertemunya pertama kali dibawah rinai hujan. Aku bertemu dengannya tanpa sengaja dan tak pernah kuduga, namun aku tau Tuhan telah merencanakan ini semua. Saat aku berjalan di tengah derasnya huajan, aku melewati sebuah kedai makanan dan minuman hangat. Aku berniat mampir untuk sekedar minum susu jahe untuk menghangatkan tubuh barang sejenak. Saat aku sedang enak menikmati menu yang ku pesan tadi, ada seorang lelaki berparas tampan dan bertumbuh tegak masuk kedalam kedai sambil membawa tas beerukuran besar, aku pun tak bisa melepas pandangku dari dirinya. Bukan karena aku terpesona oleh ketampanannya, namun aku hanya merasa heran, siapa orang itu, sepertinya baru ku lihat, dan mengapa dia membawa tas berukuran besar. Karena merasa takut dengan orang itu, aku berusaha secepatnya menghabiskan susu jahe ku yang tersisa setengah gelas lagi. Setelah menghabiskan setengah gelas susu jahe tadi aku bersegera mengambil payung yang tadi kugunakan dan segera keluar. Namun sepertinya, dia menyadari gerak gerik ku. Saat aku hendak keluar, tiba – tiba dia berdiri di depan dan menghadang jalan ku, lalu dia berkata “ maaf nona, saya baru di kampung ini, saya ingin menemui teman saya, dia tinggal di alamat ini” (sambil menyodorkan secarik kertas lusuh karena terkena air hujan). Aku bingung bercampur kaget, “ ternyata dugaanku salah. Ku kira dia orang jahat yang memata – matai kampung ini “ pikir ku. Saat aku melamunkan dugaan ku yang tidak – tidak dia menyadarkan lamunan singkat ku dengan menpuk tangan ku. Aku terlonjak kaget, segera aku tersadar dan langsung  mengambil secarik kertas dari tangan pemuda itu. Aku membaca benar – benar alamat yang tertulis dalam kertas itu, untuk kesekian kalinya, aku terlonjak kaget. Ternyata alamat itu adalah alamat tetangga ku. Teman baik ku. Segera aku memberi tahunya jika aku tau tempat itu dimana dan langsung membawanya ke alamat itu. Semula dia takut untuk ikut dengan ku, namun saat aku menyebutkan nama “Rian” – nama teman baik ku -  dia langsung patuh dan ikut bersamaku. Sepanjang perjalan, tak banyak yang kami bicarakan, kami lebih banyak diam dengan pikiran masing – masing.

Sampai ditujuan kami. Aku langsung memanggil pemilik rumah. Rian  keluar. Setalah itu aku meninggalkannya bersama Rian, dan dia mengatakan “TERIMAKASIH” (sambil tersenyum). Entah apa arti senyuman itu, mungkin baginya itu hanya senyum ramah yang melantukan terimakasih yang tulus, namun bagiku, senyuman itu tak sekedar senyuman tanda terimakasih. Entah mengapa aku berfikiran sampai sejauh itu, padahal aku baru berjumpa dengan nya.

Hari berlalu, karena aku berteman baik denga Rian, aku dan dia pun berteman baik, layaknya aku dan Rian. Dari pertemanan itu pula aku mengetahui namanya, dia bernama “Rival”.  Aku, Rival, dan Rian berteman baik. Kemana – mana kami selalu bersama, setiap hari bertemu, setiap hari kami bermain bersama,  semakin hari hubungan kami pula bertambah erat. Mungkin hubungan kami sekarang sudah naik level menjadi “SAHABAT”. Tentang perasaan itu, entahlah…. Aku tak terlalu memikirkannya. Aku senang dengan hubungan kami saat ini, dan aku tak mau merusaknya.

Jam berlalu menjadi hari, hari berlalu menjadi bulan, bulan pun berlalu menjadi tahun. 2 tahun kami bermain bersama, 2 tahun kami melewati hari – hari bersama, itu bukan waktu yang singkat bukan? Bukan hal yang singkat pula untuk merasakan benih – benih itu… benih – benih yang sangat tak kkuharapkan kedatangannya. Karena aku tau, jika benih itu menumbuh banyak hal akan bertambah runyam.

Benar apa yang dikatakan para pujangga  terdahulu, “SETIAP PERTEMUAN PASTI ADA PERPISAHAN”, dan aku merasakannya sekarang.  Ya, hari ini tepat 2 Tahun 6 bulan 10 hari kami berasama, dia kembali ke tempat asalnya, kota kelahirannya. Dia berpamitan kepada ku dan Rian. Tak banyak kata – kata yang aku ucapkan, tak kuasa hati menahan kesedihan. Dia pergi, hilang, tanpa jejak, tanpa coretan. Yang di tinggalkannya hanya sebuah kalimat yang membuatku tak kuasa untuk melepaskannya.

1 hari sebelum kepulangannya, dia memberitahu ku sesuatu. Sesuatu itu sangat penting baginya, dan mungkin penting pula bagiku. Dia mengutarakan perasaanya kepada ku. Oh Tuhan, entah aku harus senang atau tidak. Aku tahu perasaan ku berbalas. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Apa aku harus berkata yang sebenarnya tentang perasaan ini ? Atau aku harus diam memendam ? aku terdiam, diam, membisu, taka da suara, tak ada gerakan. Diam  mematung. Dia memegang tanganku hangat. Sehangat butiran air yang mengalir melawati pipi ini. Dia kebingungan Kenapa aku menangis. Dia bertanya padaku, apakah yang dia katakan membuat ku terganggu? Oh Tuhan… tak ada lagi kata yang bisa aku ucapkan selain tangisan. Dia menggenggam kedua tanganku dengan erat, erat sekali, hangat.  mungkin dia ingin memeluk ku, namun dia merasa tak enak padaku. Aku tak memperdulikan itu. Aku masih terdiam dalam tangis ku, namun Dia berbicara pada ku, apakah aku mau menunggunya sampai dia kembali ke kampung ini dan kelak dia akan meminangku ? lagi lagi taka da yang bisa ku ungkapkan. Aku berlari sekuatnya, entah kemana, yang pasti jauh dari dirinya. Dia tak mengejarku. Mungkin pikirnya aku membutuhkan waktu sendiri untuk menenangkan perasaan ku.

Andai dia tahu yang sebenarnya terjadi, sudah jauh - jauh hari Rian mengutarakan perasaanya kepadaku. Entah kenapa Rian mengatakan itu. Mungkin dia pun merasa ada yang berbeda antara aku dan Rival.  Dan dia takut aku lebih

Aku tak menjawab perasaan keduanya, bukan karena aku tak menghargai perasaan mereka. Aku hanya takut jika aku memilih salah satu diantara mereka, hubungan kami tak akan seharmonis ini lagi.

Rival tak tahu jika Rian sudah terlebih dahulu mengutarakan perasaanya kepadaku jauh – jauh hari sebelum dirinya. Dan begitupun sebaliknya. Aku tak mau memberitahu keduanya. Aku takut hubungan ku dengan mereka akan kandas begitu saja hanya karena hal sebuah PERASAAN.

Aku menyadari perbuatanku salah, karena aku membuat Rival pulang dengan hati bertanya – tanya apakah cintanya berbalas terhadap ku. Aku ingin mengatakan yang sebenarnya bahwa aku pun mencinta dia. Namun aku tak bisa. Tak bisa karena aku tak mau merusak hubungan kami. karena aku menyadari CINTA dan PERSAHABATAN itu bukan sesuatu untuk dipilih. Semuanya penting bagi  hidup ku.

Tentang persahabatan ini, semuanya kembali seperti semula sebelum Rival datang. Aku dan Rian masih sering keluar bersama – sama barang sejenak untuk mencari angin. Bahkan pergi ke kedai tempat aku pertama kali mellihat dirinya.
Tercium aroma wangi tanah kering tersiram hujan, menyerbak, menusuk hidung, menusuk kalbu. Entah mengapa, setiap hujan datang, aku merasa lain, senang, sedih, gundah, bahagia, entahlah. Tapi yang aku tau, saat hujan datang, berarti kenangan itu kembali lagi. Kenangan yang tak seharusnya ku ingat namun selalu terkenang dalam lubuk hati.
Saat itu musim penghujan, dedaunan basah, langit menghitam, tak ada cahaya, tak ada penghangat, taka ada apapun untuk menghangatkan dan menenangkan. Semuanya kelam. Menghitam. Berkabut. Dingin menusuk tulang. Tapi, dalam satu kesempatan, aku bsia merasakan kasih sayang, kehangatan.
Aku selalu senang saat hujan turun, itu berarti, aku bisa mengenang kisahku , mengenang kisahku bersamanya. Dia, lelaki yang ku puja, ku kasihi, dan namanya selalu ku lantunkan dalam setiap do’a – do’a ku.
Saat itu, tanggal yang selalu ku ingat 5 November 4 tahun silam,  tanggal dimana aku bertemunya pertama kali dibawah rinai hujan. Aku bertemu dengannya tanpa sengaja dan tak pernah kuduga, namun aku tau Tuhan telah merencanakan ini semua. Saat aku berjalan di tengah derasnya huajan, aku melewati sebuah kedai makanan dan minuman hangat. Aku berniat mampir untuk sekedar minum susu jahe untuk menghangatkan tubuh barang sejenak. Saat aku sedang enak menikmati menu yang ku pesan tadi, ada seorang lelaki berparas tampan dan bertumbuh tegak masuk kedalam kedai sambil membawa tas beerukuran besar, aku pun tak bisa melepas pandangku dari dirinya. Bukan karena aku terpesona oleh ketampanannya, namun aku hanya merasa heran, siapa orang itu, sepertinya baru ku lihat, dan mengapa dia membawa tas berukuran besar. Karena merasa takut dengan orang itu, aku berusaha secepatnya menghabiskan susu jahe ku yang tersisa setengah gelas lagi. Setelah menghabiskan setengah gelas susu jahe tadi aku bersegera mengambil payung yang tadi kugunakan dan segera keluar. Namun sepertinya, dia menyadari gerak gerik ku. Saat aku hendak keluar, tiba – tiba dia berdiri di depan dan menghadang jalan ku, lalu dia berkata “ maaf nona, saya baru di kampung ini, saya ingin menemui teman saya, dia tinggal di alamat ini” (sambil menyodorkan secarik kertas lusuh karena terkena air hujan). Aku bingung bercampur kaget, “ ternyata dugaanku salah. Ku kira dia orang jahat yang memata – matai kampung ini “ pikir ku. Saat aku melamunkan dugaan ku yang tidak – tidak dia menyadarkan lamunan singkat ku dengan menpuk tangan ku. Aku terlonjak kaget, segera aku tersadar dan langsung  mengambil secarik kertas dari tangan pemuda itu. Aku membaca benar – benar alamat yang tertulis dalam kertas itu, untuk kesekian kalinya, aku terlonjak kaget. Ternyata alamat itu adalah alamat tetangga ku. Teman baik ku. Segera aku memberi tahunya jika aku tau tempat itu dimana dan langsung membawanya ke alamat itu. Semula dia takut untuk ikut dengan ku, namun saat aku menyebutkan nama “Rian” – nama teman baik ku -  dia langsung patuh dan ikut bersamaku. Sepanjang perjalan, tak banyak yang kami bicarakan, kami lebih banyak diam dengan pikiran masing – masing.
Sampai ditujuan kami. Aku langsung memanggil pemilik rumah. Rian  keluar. Setalah itu aku meninggalkannya bersama Rian, dan dia mengatakan “TERIMAKASIH” (sambil tersenyum). Entah apa arti senyuman itu, mungkin baginya itu hanya senyum ramah yang melantukan terimakasih yang tulus, namun bagiku, senyuman itu tak sekedar senyuman tanda terimakasih. Entah mengapa aku berfikiran sampai sejauh itu, padahal aku baru berjumpa dengan nya.
Hari berlalu, karena aku berteman baik denga Rian, aku dan dia pun berteman baik, layaknya aku dan Rian. Dari pertemanan itu pula aku mengetahui namanya, dia bernama “Rival”.  Aku, Rival, dan Rian berteman baik. Kemana – mana kami selalu bersama, setiap hari bertemu, setiap hari kami bermain bersama,  semakin hari hubungan kami pula bertambah erat. Mungkin hubungan kami sekarang sudah naik level menjadi “SAHABAT”. Tentang perasaan itu, entahlah…. Aku tak terlalu memikirkannya. Aku senang dengan hubungan kami saat ini, dan aku tak mau merusaknya.
Jam berlalu menjadi hari, hari berlalu menjadi bulan, bulan pun berlalu menjadi tahun. 2 tahun kami bermain bersama, 2 tahun kami melewati hari – hari bersama, itu bukan waktu yang singkat bukan? Bukan hal yang singkat pula untuk merasakan benih – benih itu… benih – benih yang sangat tak kkuharapkan kedatangannya. Karena aku tau, jika benih itu menumbuh banyak hal akan bertambah runyam.
Benar apa yang dikatakan para pujangga  terdahulu, “SETIAP PERTEMUAN PASTI ADA PERPISAHAN”, dan aku merasakannya sekarang.  Ya, hari ini tepat 2 Tahun 6 bulan 10 hari kami berasama, dia kembali ke tempat asalnya, kota kelahirannya. Dia berpamitan kepada ku dan Rian. Tak banyak kata – kata yang aku ucapkan, tak kuasa hati menahan kesedihan. Dia pergi, hilang, tanpa jejak, tanpa coretan. Yang di tinggalkannya hanya sebuah kalimat yang membuatku tak kuasa untuk melepaskannya.
1 hari sebelum kepulangannya, dia memberitahu ku sesuatu. Sesuatu itu sangat penting baginya, dan mungkin penting pula bagiku. Dia mengutarakan perasaanya kepada ku. Oh Tuhan, entah aku harus senang atau tidak. Aku tahu perasaan ku berbalas. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Apa aku harus berkata yang sebenarnya tentang perasaan ini ? Atau aku harus diam memendam ? aku terdiam, diam, membisu, taka da suara, tak ada gerakan. Diam  mematung. Dia memegang tanganku hangat. Sehangat butiran air yang mengalir melawati pipi ini. Dia kebingungan Kenapa aku menangis. Dia bertanya padaku, apakah yang dia katakan membuat ku terganggu? Oh Tuhan… tak ada lagi kata yang bisa aku ucapkan selain tangisan. Dia menggenggam kedua tanganku dengan erat, erat sekali, hangat.  mungkin dia ingin memeluk ku, namun dia merasa tak enak padaku. Aku tak memperdulikan itu. Aku masih terdiam dalam tangis ku, namun Dia berbicara pada ku, apakah aku mau menunggunya sampai dia kembali ke kampung ini dan kelak dia akan meminangku ? lagi lagi taka da yang bisa ku ungkapkan. Aku berlari sekuatnya, entah kemana, yang pasti jauh dari dirinya. Dia tak mengejarku. Mungkin pikirnya aku membutuhkan waktu sendiri untuk menenangkan perasaan ku.
Andai dia tahu yang sebenarnya terjadi, sudah jauh - jauh hari Rian mengutarakan perasaanya kepadaku. Entah kenapa Rian mengatakan itu. Mungkin dia pun merasa ada yang berbeda antara aku dan Rival.  Dan dia takut aku lebih dahulu dimiliki oleh Rival.
Aku tak menjawab perasaan keduanya, bukan karena aku tak menghargai perasaan mereka. Aku hanya takut jika aku memilih salah satu diantara mereka, hubungan kami tak akan seharmonis ini lagi.
Rival tak tahu jika Rian sudah terlebih dahulu mengutarakan perasaanya kepadaku jauh – jauh hari sebelum dirinya. Dan begitupun sebaliknya. Aku tak mau memberitahu keduanya. Aku takut hubungan ku dengan mereka akan kandas begitu saja hanya karena hal sebuah PERASAAN.
Aku menyadari perbuatanku salah, karena aku membuat Rival pulang dengan hati bertanya – tanya apakah cintanya berbalas terhadap ku. Aku ingin mengatakan yang sebenarnya bahwa aku pun mencinta dia. Namun aku tak bisa. Tak bisa karena aku tak mau merusak hubungan kami. karena aku menyadari CINTA dan PERSAHABATAN itu bukan sesuatu untuk dipilih. Semuanya penting bagi  hidup ku.
Tentang persahabatan ini, semuanya kembali seperti semula sebelum Rival datang. Aku dan Rian masih sering keluar bersama – sama barang sejenak untuk mencari angin. Bahkan pergi ke kedai tempat aku pertama kali mellihat dirinya.

Waktu berlalu, aku merindukannya. Merindukan sosoknya, merindukan tingkah dan senyumannya. Aku selalu senang saat hujan turun, karena setiap hujan turun aku selalu berharap dia pun kembali seperti hujan yang akan selalu turun pada musimnya. Saat aku merindukannya, aku selalu pergi ke kedai tempat  makanan dan minuman hangat itu. Berharap sosoknya kembali. Namun harapan tetap saja harapan. Aku hanya bisa menitip salam dan rindu ku lewat rinai hujan di balik jendela. Berharap angin dan tetesan hujan menyampaikan rasa rinduku kepadanya. kepada dia, yang entah dimana rimbanya. Yang entah masih memiliki perasaan itu atau tidak, aku tak perduli.  Yang aku perdulikan tak lain adalah keadaanya, apakah dia baik – baik saja dan masih mengingat ku dan Rian, mengingat PERSAHABATAN kita, mengingat cerita – cerita kita dahulu dan mengingat semua yang telah kita leawti. Itu yang lebih aku perdulikan dibanding apapun. Semoga dia mengingatnya……

hujaaaaaan